KAIZEN

Kami adalah sebuah lembaga training yang memiliki core business pada motivasi, leadership, manajerial, dan spiritual. Metode yang kami gunakan adalah experiential learning yang terbukti efektif dalam pelatihan. Kami memfasilitasi training baik indoor maupun outdoor. Semoga dengan kehadiran kami, anda selalu termotivasi diri, organisasi, perusahaan, dll. Salam sukses selalu dari kami -:) KAIZEN.

Kamis, 11 Desember 2008

"Kehidupan manusia akan selalu disertai oleh konsekuensi dari apa yang dilakukan.... dan juga dari apa yang TIDAK dilakukan"

Jika kita mendengar kata 'konsekuensi', maka umumnya terbersit dalam benak kita sebuah hasil dari sebuah tindakan, apakah hal tersebut akan menyebabkan konsekuensi positif ataupun negatif. Namun sebenarnya konsekuensi dapat juga ditimbulkan karena tidak melakukan sesuatu, sebagai contoh, bila seorang mahasiswa memutuskan untuk tidak mengambil tindakan yang diperlukan untuk menyelesaikan skripsinya (tidak melakukan apapun), maka ia akan mendapatkan konsekuensi negatif berupa peringatan, drop out, hingga mungkin mendapat kesulitan untuk dapat berkarir karena tidak berhasil mendapatkan ijazah kelulusan dan gelar sarjana.

Demikianlah penjelasannya, dimana terkadang dengan tidak bertindak, kita pun seringkali tidak lepas dari konsekuensi, jadi mari kita renungkan sejenak, tindakan apa yang perlu diambil untuk menghindarkan diri dari konsekuensi negatif dari tidak melakukan sesuatu.

Semoga bermanfaat dan Terima kasih atas perhatiannya, sukses selalu untuk Anda dan sampai jumpa pada newsletter berikutnya.

ps: Bila Anda merasa materi ini dapat berguna bagi rekan dan kerabat, silakan mem-forwardnya untuk berbagi semangat dan memperkuat efek materi yang telah diperoleh, terima kasih.

http://www.motivasi-sukses.com

2 cara/pendekatan untuk mengatasi masalah

"Selalu ada 2 cara/pendekatan untuk mengatasi masalah, yaitu dengan mengatasi gejalanya, atau dengan mengatasi akar permasalahannya"

Contoh yang sederhana dan bersifat humor adalah ketika seorang pasien datang ke praktek dokter spesialis dan bertanya, "Dokter, bahu saya sakit sekali bila tangan saya angkat 90 derajat ke atas" dan sang dokter menjawab "baik pak, bila demikian, jangan pernah angkat tangan Anda ke atas seperti itu".

Dapat kita ketahui bahwa jawaban dokter tadi adalah salah satu cara mengatasi permasalahan secara superficial atau sebatas kulit saja, jadi tidak menyelesaikan akar permasalahan. Sama halnya dengan bila seseorang sedang sakit gigi dan sakit kepala berkepanjangan, dan ia mengkonsumsi parasetamol untuk pereda rasa sakit, namun tidak menyelesaikan akar permasalahannya sendiri, misalnya dengan mencabut gigi yang hampir tanggal.

Bagaimana dengan kehidupan sehari-hari? banyak dari kita yang mengatasi masalah dengan sebatas menghilangkan gejala / symptomnya saja, misalnya dalam permasalahan karir, keuangan, hubungan, kesehatan, dll. Silakan Anda renungkan apakah selama ini Anda hanya menyelesaikan symptom / gejala permasalahan semata ketimbang menyelesaikan sebuah masalah sampai ke akar-akarnya?

Semoga bermanfaat dan Terima kasih atas perhatiannya, sukses selalu untuk Anda sekalian dan sampai jumpa pada newsletter berikutnya.

Kamis, 04 Desember 2008

Psikologi Persuasi

SERI PSIKOLOGI PERSUASI ( 4 )

PRINSIP PEMBUKTIAN SOSIAL

Saat anda mulai membaca artikel ini, anda mulai merasa penasaran akan
kelanjutan kisah-kisah penelitian Robert B. Cialdini selanjutnya, dan membuat
anda membaca artikel ini sampai selesai. Prinsip keempat yang ditulis Cialdini
dalam bukunya yang berjudul The Psychology Influence Of Persuasion adalah
apa yang disebut dengan Prinsip Pembuktian Sosial, yang menyatakan bahwa
salah satu cara untuk menentukan apa yang bagus adalah dengan menemukan
apa yang dianggap bagus oleh orang lain.

Aplikasi prinsip ini yang paling familiar bagi kita adalah diterapkan nya tawa
rekaman dalam film-film humor. Suka tidak suka, suara tawa dalam rekaman
itu mempengaruhi psikologi kita sebagai audiens. Suara itu bisa mempengaruhi
selera humor kita, atau paling tidak menunjukkan kepada kita pada adegan apa
waktu yang pantas menurut orang lain untuk tertawa. Pada aplikasi lain, saya
pernah menemukan prinsip ini pada para pencari dana untuk lembaga-lembaga
sosial yang berkeliling door to door. Mereka menuliskan beberapa nama penyumbang
pada deretan pertama daftar donatur mereka dan mencantumkan jumlah yang
tidak kecil, minimal Rp 20.000,- atau Rp 50.000. Hal ini setidaknya akan
mempengaruhi psikologi para penyumbang setelah melihat jumlah uang
yang di sumbangkan oleh donatur sebelumnya, yang tidak jelas kebenarannya.
Mereka akan berpikir dua kali jika akan memberikan sumbangan Rp 5.000,-
atau bahkan hanya Rp 1.000,-.

Sedangkan para pelaku usaha menggunakan prinsip ini dengan menggunakannya
pada konsumen-konsumen mereka. Pemilik restoran sengaja membuat antrian
panjang diluar padahal masih banyak ruang kosong di dalam. Para salesman
diajarkan untuk menyebutkan sebanyak-banyaknya nama orang terkenal yang
menggunakan produk mereka. Sampai seorang konsultan penjualan bernama
Cavett Robert menyampaikan prinsip ini kepada para peserta training penjualan
yang dibawakan nya. Katanya, “Karena 95 persen orang adalah imitator dan hanya
5 persen yang merupakan inisiator, maka orang akan lebih mudah terbujuk oleh
tindakan orang lain dibanding dengan bukti lain yang kita tawarkan kepada mereka”.


Pada dunia pendidikan pernah diadakan penelitian terkait prinsip ini
yang dilakukan oleh seorang psikolog bernama Albert Bandura.
Bandura mengumpulkan anak-anak yang takut terhadap binatang anjing.
Perlakuan yang diberikan adalah anak-anak tersebut diminta untuk
melihat seorang anak kecil yang bermain dengan gembira bersama seekor
anjing selama 20 menit setiap hari. Penelitian ini menghasilkan perubahan
signifikan, dalam empat hari sebanyak 67 persen dari mereka ingin masuk
ke arena bermain dan tetap berada disana, bahkan setelah sebulan anak-anak
itu telah terbebas dari rasa takutnya terhadap binatang anjing.
Yang lebih menakjubkan ternyata tidak harus melihat langsung
contoh anak yang berani, namun dengan klip film yang menunjukkan
anak-anak berani pun bisa mengubah perilaku mereka.

Pengetahuan menarik yang dapat diambil dari prinsip ini adalah saat
anda mengalami kecelakaan atau penyakit mendadak dan membutuhkan
bantuan orang lain. Jika tidak ada minimal satu saja seorang inisiator
untuk menolong anda, maka kemungkinan besar tidak akan ada yang
menolong anda. Cara yang paling efektif untuk mengatasi masalah ini
adalah dengan menunjuk langsung seorang inisiator diantara mereka.
Pilihlah salah seorang dari mereka, kemudian katakan langsung pada
orang tersebut, “Anda tuan, ya anda yang memakai baju biru, tolong
telpon ambulans, saya benar-benar butuh pertolongan”.
Penunjukan langsung ini selain menimbulkan efek responsibilitas
terhadap orang itu, juga melumpuhkan prinsip pembuktian sosial
dari keacuhan orang-orang disekitarnya saat itu. Bahkan bisa membalikkan
respon orang-orang di sekitarnya untuk mengikuti pria berbaju biru itu
dalam menolong anda.

Pengalaman menarik yang baru saja saya alami adalah saat melihat
suara pembaca di salah satu koran nasional. Seorang pembaca yang juga
seorang pelanggan kartu selular dari salah satu operator selular di Indonesia
mengirimkan keluhannya atas iklan kartu selular itu di televisi.
Ia menyebutkan kecewa atas iklan itu dengan alasan tertentu dan
memutuskan untuk tidak menggunakan kartu selular itu lagi. Karena saya juga
merasa sebagai seorang pelanggan kartu selular itu, prinsip pembuktian sosial
bekerja pada diri saya, saya menyetujui pendapatnya dan membuat saya
hampir memutuskan untuk tidak menggunakan kartu itu lagi.
Hal yang menyadarkan saya adalah karena saya mengetahui adanya prinsip ini,
dan ditambah kartu selular saya sudah tersebar ke rekan-rekan saya.

Begitulah menariknya psikologi persuasi, semakin
Anda ingin mengetahui prinsip-prinsip Psikologi Persuasi yang berikutnya, semakin
Anda merasa percaya diri untuk melakukan persuasi.


Catur Suryopriyanto
Trainer & Motivator
www.sahabatsuryo.blogspot.com
YM : zhoeryooo@yahoo.com
"Get Your Glory Point"
Licensed NLP Practicioner dari NLP Society
Certified Hypnotherapist dari IBH

Label: ,

Rabu, 03 Desember 2008

Mengenal Aral Kreativitas

Kreatifitas adalah jantung dari inovasi. Tanpa kreatifitas tidak akan ada inovasi. Sebaliknya, semakin tinggi kreatifitas, jalan ke arah inovasi semakin lebar pula. Sayangnya, banyak pendapat keliru tentang kreatifitas. Misalnya, kreatifitas itu hanya dimiliki segelintir orang berbakat. Lebih salah kaprah lagi, kreatifitas itu pembawaan sejak lahir. John Kao, pengarang buku Jamming: The Art and Discipline in Bussiness Creativity, (1996), membantah pendapat ini. "Kita semua memiliki kemampuan kreatif yang mengagumkan. Dan benar kreatifitas bisa diajarkan dan dipelajari," kata Kao.

Kreatifitas selalu dimiliki orang berkemampuan akademik dan kecerdasan yang tinggi. Ini juga pendapat keliru. Berbagai penelitian membuktikan, sekalipun kreatifitas bisa dirangsang dan ditingkatkan dengan latihan, namun tidak berarti orang cerdas dan berkemampuan akademik tinggi otomatis bisa kreatif. Lagi pula, untuk jadi kreatif ternyata tidak cukup berbekal skill dan kemampuan kreatif belaka. John G. Young, pengarang buku berjudul Will and Won't: Autonomy and Creativity Blocks (2002), berkesimpulan bahwa kreatifitas juga membutuhkan kemauan atau motivasi. Mengapa?

"Sebab memiliki ketrampilan, bakat, dan kemampuan kreatif tidak otomatis membuat seseorang melakukan aktivitas yang menghasilkan output kreatif. Ia bisa memilih tidak melakukan aktivitas kreatif. Jadi faktor dorongan atau motivasi sangat penting di sini," tegas Young.

Creativity blocks

Pendapat-pendapat di atas diperkuat oleh Madhukar Shukla, pengarang buku The Creative Muse: Story of Creativity and Innovation. Ia menyatakan, "Beda antara orang kreatif dan yang tidak hanyalah pada kemampuan orang kreatif dalam menghalau aral (penghalang) kemampuan kreatifitas."

Paparan-paparan para pakar di atas makin menegaskan bahwa semua orang memiliki karunia yang menakjubkan dalam hal kreatifitas. Namun, sekalipun semua orang berpotensi dan punya bakat kreatif, ada penghalang tertentu yang menyebabkan adanya kecenderungan orang yang satu bisa lebih kreatif daripada yang lain. Ini menghantarkan kita pada pertanyaan; bagaimana cara menghilangkan aral atau penghalang-penghalang kreatifitas tersebut?

Tentu saja langkah awalnya adalah dengan mengenali anatomi aral kreatifitas. Ringkasnya, aral kreatifitas (creativity block) adalah kondisi internal maupun eksternal (lingkungan) yang menghalangi proses kreatif. Aral internal berasal dari dalam diri individu sendiri dan bisa berbentuk pola pikir, paradigma, keyakinan, ketakutan, motivasi, dan kebiasaan.

Ada kalanya seseorang mempunyai bakat-bakat kreatif dan tertantang untuk mengembangkannya. Sayang, lingkungan sekitar bukannya mendukung dan mewadahi, namun malah menghalanginya. Kondisi lingkungan yang menghambat kreatifitas dan ini bisa berupa aral sosial, organisasi, dan kepemimpinan. Secara singkat, pembahasan kedua jenis aral kreatifitas tersebut adalah sbb:

Aral pola pikir

Dalam konteks kreatifitas, dikenal dua pola berpikir. Pertama adalah pola pikir produktif yang artinya jika dihadapkan pada suatu masalah, seseorang akan berusaha menemukan cara berpikir berbeda, cara pandang baru (sekalipun tidak selalu orisinil), sikap dan perilaku berbeda, merespon dengan cara-cara non konvensional, bahkan unik. Pola semacam inilah yang membuka jalan dan selalu merangsang kreatifitas seseorang.

Kedua, adalah pola pikir reproduktif yang artinya jika dihadapkan pada masalah, seseorang akan cenderung merespon dengan cara yang sama, mengulang pola pikir atau cara pemecahan lama yang sudah terbukti berhasil. Itu sebabnya pola pikir reproduktif menjadi salah satu penyebab utama kekakuan berpikir, dan dengan demikian menjadi aral kreatifitas.

Seringkali, pola pikir reproduktif berlangsung secara mekanikal atau nyaris otomatis. Dan ini terkondisikan oleh hasil pendidikan model skolastik atau lingkungan yang menuntut cara-cara berpikir praktis dan sangat terstruktur. Sampai pada saat kita mentok dalam upaya pencarian variasi solusi, di titik itulah baru kita sadari keterbatasan pola pikir reproduktif.

Aral paradigma

Tak beda jauh dengan aral pola pikir adalah aral paradigma. Sebagai cara mempersepsi, memahami, dan menafsirkan dunia sekelilingnya, atau alat untuk melahirkan gambaran batin, paradigma seseorang sangat mempengaruhi kreatifitas. Seorang dengan paradigma anti konflik umumnya kurang menyukai perubahan, atau bahkan membenci perubahan yang lebih dianggap sebagai ancaman terhadap kemapanan daripada dipersepsi sebagai peluang perbaikan. Padahal, kreatifitas seringkali merupakan aktivitas yang melampaui kemapanan. Kreatifitas dapat terlahir atau terstimulasi melalui benturan, persinggungan, percampuran, dan penyatuan berbagai unsur yang berbeda atau bahkan saling bertentangan.

Aral keyakinan

Turunan dari paradigmaadalah keyakinan yang bisa menjadi pendorong atau justru menjadi faktor penghambat kreatifitas. Kreatifitas sering memunculkan output baru yang berlawanan atau bahkan mengalahkan hal lampau, mengalahkan senioritas, mengalahkan pengalaman, atau mengalahkan hirarki. Dalam hal keyakinan yang dianut menabukan inisiatif, mengharuskan penghormatan pada senioritas, hirarki, atau pengalaman misalnya, maka manifestasi kreatifitas umumnya relatif terhambat. Nah, sampai batas mana individu bisa mengelola aral ini, sampai pada batas itulah ia bisa menyediakan ruang kreatifitas bagi dirinya sendiri.

Aral ketakutan

Barangkali aral kreatifitas yang paling mudah dikenali adalah rasa takut. Aral ini bisa berupa takut diabaikan, takut dicemooh, takut dievaluasi, takut dihakimi, takut dianggap bodoh, takut pada ketidaksempurnaan, takut mencoba, takut ambil risiko, takut ide tidak berjalan seperti yang diharapkan, takut gagal, dll. Salah satu sebab mengapa banyak rapat-rapat kurang maksimal atau kurang kreatif adalah karena masih kuatnya aral ketakutan yang membelenggu para pesertanya. Pendek kata, kebanyakan rasa takut membuat seseorang cenderung enggan mewujudkan potensi dan mengembangkan kreatifitasnya.

Aral motivasional

Motif sangat mempengaruhi sikap, perilaku, keinginan, atau tindakan-tindakan sengaja lainnya. Tanpa motivasi orang cenderung tidak terdorong dan tidak tergerak untuk meraih sesuatu yang diinginkannya. Padahal kreatifitas sering menuntut satu rangkaian persiapan, pemikiran, pendefinisian persoalan, dan pemecahannya. Semuanya membutuhkan --dalam derajat tertentu-- usaha dan kerja keras. Bila motivasi rendah, orang cenderung kurang menyukai kerja keras, kurang tekun, dan enggan memanfaatkan kemampuan kreatifnya untuk memecahkan tantangan.

Aral kebiasaan

Sebagai perpaduan antara pengetahuan, ketrampilan, dan keinginan, maka kebiasaan pun jelas berpengaruh pada kreatifitas. Orang-orang kreatif umumnya memiliki kebiasaan- kebiasaan yang menstimulasi kreatifitas. Sementara orang- orang yang kurang kreatif juga memiliki kebiasaan-kebiasaan tertentu, yang sayangnya bisa meredam kreatifitas. Misalnya; suka menghindari masalah (bukannya mencari solusi), malas berpikir, menghindari tantangan, menghindari tanggung jawab, menghakimi ide-ide baru, berpuas diri, menghindari hal-hal imajinatif, dll. Dihadapkan pada kebiasaan-kebiasaan maka tantangan kreatifitas tidak ada artinya.

Aral sosial

Kreatifitas kadang bukan semata aktivitas individual sehingga langsung atau tidak juga dipengaruhi aspek sosial. Situasi sosial tertentu cukup apresiasif dan menghargai kreatifitas dengan layak sehingga bisa lebih memotivasi indvidu-individu untuk produktif dan kreatif. Sementara situasi sosial lainnya relatif kurang apresiasif atau bahkan mengekang. Pendidikan tradisional misalnya, sering dianggap sebagai salah satu produk sosial yang kurang memberi tempat bagi kreatifitas.

Aral organisasi

Kini organisasi bisnis menempatkan kreatifitas sebagai motor sekaligus bahan bakar inovasi. Sekalipun peran kreatifitas diakui besar, namun banyak organisasi gagal menyediakan lingkungan atau iklim yang kondusif bagi kreatifitas. Organisasi yang konservatif biasanya kurang merangsang kreatifitas. Sebut pula batasan-batasan seperti hirarki, aturan yang tidak fleksibel, ketiadaan wadah bagi ekspresi kreatif, egoisme antar departemen, buruknya komunikasi, atau situasi organisasi yang sangat terpolitisasi. Potensi kreatif individu sering tidak maksimal dalam iklim seperti ini.

Aral kepemimpinan

Dalam kehidupan sosial dan organisasional, faktor gaya kepemimpinan juga berpengaruh secara signifikan terhadap proses kreatifitas. Jika pemimpin organisasi kurang memberi ruang kebebasan, kurang bisa momotivasi, tidak mampu memberi tantangan, tidak mampu mengelola hasrat kreatif, kurang memberi penghargaan, tidak memberi kepercayaan, tidak mendukung, dan tidak mampu menciptakan lingkungan yang kondusif, maka kreatifitas individu-individu dalam organisasi jelas akan terhambat. Seberapa kreatif individu- individu dalam tim, namun jika tidak didukung oleh kemampuan manajemen kreatif pemimpinnya, hasilnya juga kurang menggembirakan.

Sumber: Mengenali Aral Kreatifitas oleh Edy Zaqeus

Kamis, 27 November 2008

Salam kenal

Assalamu'alaikum Wr Wb.

Selamat datang dan salam kenal dengan kami team kaizen. Salam persahabatan dari kami kaizener's. Selamat menikmati sajian kami yang sederhana ini. Kami ucapkan Terima kasih, atas kesediaan anda untuk mampir dirumah kami yang sederhana ini. Salam hormat dan cinta kami kepada anda semua :-).